Senin, 27 Juli 2009

INDONESIA

Perjalanan sejarah dua ratusan juta lebih manusia di kawasan Nusantara telah bermetamorfosa dalam waktu kurang dari 100 tahun dalam suatu ide bernama Indonesia. Tidak ada satupun diantara kita dapat merasa lebih berhak dalam menggunakan kebangsaan Indonesia, kita semua sama di mata perjalanan sejarah itu. Tidak ada yang lebih Indonesia dari yang satu dengan yang lainnya. Dari ciri-ciri fisik yang kita miliki dari ujung Nangroe Atjeh Darussalam hingga ujung Papua kita dapat segera mengenali perbedaan-perbedaan. Dari agama hingga cara pandang hidup kita terikat pada keyakinan-keyakinan yang berbeda pula. Apabila kita terus-menerus menetapi keadaan yang berbeda tersebut deangan kecurigaan dan permusuhan, tentunya harapan untuk memelihara kelangsungan Indonesia akan semakin tipis dari waktu ke waktu. Seberapa pentingkah pembangunan identitas keIndonesiaan ? Bagaimanakah yang disebut sebagai Indonesia itu? apakah sebatas pada identitas longgar yang seenaknya kita pakai dan tanggalkan begitu saja? ataukah harus dipaksakan dengan kekerasan otoriterisme dan militerisme? ataukah kita bersama-sama menyumbangkan pemikiran, kreatifitas, harta-benda, serta jiwa dan raga kita untuk mewujudkan sungguh-sungguh kemakmuran dan kejayaan Indonesia dalam lindungan cahaya kasih sayang Tuhan Yang Maha Esa? Ketika Redaksi mengatakan akan mengundurkan diri dan memusatkan perhatian dalam bentuk nasehat-nasehat kepada senopati-senopati muda dalam bentuk Sabda Kunci, ternyata hal itu justru mengundang pertanyaan para sesepuh yang mengaku asli trah Majapahit dengan sedikit mencibir trah Mataram yang semakin pudar pamornya. Kelihatannya seperti Jawa sentris, tetapi sesungguhnya hal itu tidak demikian, melainkan maknanya adalah tetap Nusantara yang membentang dari Aceh hingga Papua. Simbol-simbol kejayaan Nusantara masa lampau seyogyanya dapat menjiwai senopati muda Indonesia dalam mengarungi samudera dunia yang semakin kejam kepada kaum yang lemah. Apa-apa yang Redaksi sampaikan dengan mengambil ibarat dari kejayaan sejarah bangsa-bangsa yang mendiami kawasan Nusantara adalah dalam konteks modern. Baiklah akan sedikit Redaksi jelaskan Sabda Kunci Kedua dalam tulisan kali ini. Salah satu watak utama suku-suku bangsa yang hidup di kawasan Nusantara adalah keyakinannya pada Kekuatan Yang Maha Kuasa, sehingga tidak mengherankan apabila kita senantiasa rajin berdoa dan menyandarkan perjalanan hidup kita dalam lindungan dan pertolongan Yang Maha Kuasa. Apapun agama kita, sebagai orang Indonesia, ikatan keyakinan untuk bersikap pasrah pada Kehendak Yang Maha Kuasa adalah sangat kuat. Dalam kaitan ini, keyakinan kita untuk berTuhan jelas akan membedakan kita dari kaum penyembah nafsu serta kekebasan tanpa batas. Namun sayangnya ketika kita berTuhan, kitapun mulai melupakan jati diri kemanusiaan yang terbatas dalam berbagai pemahaman misteri dunia. Kita cenderung menutup keyakinan kita dalam fanatisme yang melukai keyakinan sesama saudara kita, sehingga terasa ada perpecahan dalam persaudaraan Indonesia itu. Seyogyanya sikap kita dalam berkeTuhanan tersebut dapat diibaratkan perlindungan kita dari marabahaya dengan memancarkan sinar pengasih dan penyayang, dan bukannya mewujudkan keadaan konflik yang disebabkan oleh sifat saling mengancam. Manusia Indonesia idealnya memiliki jiwa kemanusiaan yang beradab sekaligus berpegang teguh pada prinsip keadilan. Dalam kaitan ini, rasa kemanusiaan mendahului kepentingan-kepentingan nafsu pribadi kita sehingga akan menyelamatkan kita dari jebakan ketamakan akan harta dan jabatan. Sikap beradab merupakan sebuah identitas manusia berpendidikan yang mampu membangun peradaban yang bukan saja maju dan modern, melainkan juga sopan dan santun. Melalui perwujudan tersebut, tentunya kita wajib membangun dan mengasah terus kemampuan kita untuk kemajuan bangsa Indonesia tanpa melupakan adat-istiadat yang luhur dari budaya kita. Hal itu tidak cukup apabila kita mengabaikan asas keadilan di tengah-tengah masyarakat kita. Adil bukan hanya dalam soal keseimbangan, pemerataan dan penentuan hukum yang tegas, melainkan juga mencakup prinsip menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ukuran, tempat, ruang dan waktunya sehingga tidak mengganggu keseimbangan alam semesta. Indonesia adalah perpaduan dari keanekaragaman suku bangsa dengan budaya, keyakinan, cara pandang serta dinamika sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut telah dirangkum dalam suatu ikatan bathin kesatuan pandangan (ingat bukan kesatuan yang dipaksakan !). Kesatuan pandangan tersebut menciptakan rasa persatuan yang melahirkan jiwa gotong royong dalam masyarakat kita (ingat bukan persatuan nasional yang menindas kebebasan rakyat !). Modalitas tersebut adalah lambaran atau landasan awal yang menjiwai langkah kita selanjutnya sebagai Bangsa Indonesia. Jiwa gotong royong dan saling menolong dalam watak bangsa Indonesia dari Aceh hingga Papua tersebut tidak cukup hanya sebagai semboyan belaka. Namun diperlukan aturan main yang adil bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Demokrasi yang sesungguhnya telah lahir sepuluh tahun silam dan hal itu merupakan watak kerakyatan seluruh pedesaan di Nusantara yang mengenal baik musyawarah dan mufakat dalam mengambil keputusan. Sementara itu, dalam soal kepemimpinan sejarah kita juga mengenal sistem pemilihan sehingga tidak mengherankan apabila perubahan kepemimpinan di tingkat desa jauh lebih dinamis dibandingkan dengan kepemimpinan di tingkat kerajaan pada masa lampau. Harapan kita pada kedatangan Ratu Adil dalam wujud Presiden Indonesia yang bijaksana, berani, berjiwa satriya, dan mampu mengelola Negara dan Bangsa Indonesia sesungguhnya adalah simbolisme kebangkitan rakyat Indonesia dari pedesaan yang mandiri hingga perkotaan modern, yaitu masa ketika wilayah-wilayah otonom juga dipimpin oleh pemimpin yang peduli pada rakyatnya dan mencintai Nusantara, sehingga otonomi tidak menghalangi kerjasama antara wilayah. Ratu Adil adalah jelmaan seluruh kepemimpinan lokal yang terikat dalam sistem Negara Indonesia Raya yang Demokratis. Komunikasi yang baik antara daerah dan pusat Negara adalah melalui mekanisme perwakilan yang sungguh-sungguh memperjuangkan suara rakyat yang memilihnya. Ratu Adil wajib menjunjung tinggi kebijaksanaan yang menjiwai setiap langkah keputusannya sebagai pemimpin Bangsa. Kebijaksanaan tersebut sangat diperlukan dalam bermusyawarah dengan wakil-wakil rakyat yang menjadi jembatan komunikasi langsung dari amanat rakyat. Perwujudan Indonesia yang kita cita-citakan bersama adalah suatu keadaan sosial-ekonomi yang makmur dan merata, sehingga secara sosial akan dirasakan adil oleh rakyat yang hidup di kawasan Nusantara. Teramatlah sulit untuk menciptakan masyarakat yang 100% merata dalam kehidupan sosial-ekonominya. Namun dengan adanya kecukupan dalam kehidupan sosial-ekonomi sesuai dengan "harapan" rakyat, akan tercipta rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga rasa keadilan pun akan lahir, walaupun kenyataan sosial akan menunjukkan masih adanya perbedaan tingkat kesejahteraan. Satu hal yang sangat fundamental adalah jangan sampai ada rakyat Indonesia yang mati karena kemiskinan. Bagaimana mencegahnya? Tentunya kita dapat bertanya kepada diri kita sendiri, sejauh mana kepedulian kita terhadap sesama bangsa Indonesia?
Sumber foto:/rusdimathari.files.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar